Partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung dalam suatu kelompok yang dinamakan sebagai agregat tanah, yang merupakan satuan dasar struktur tanah. Agregat terbentuk diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu yang dapat mengikat menjadi lebih kuat (sementasi) (Baver et al., 1972).
Tanah sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut (Hakim, 1986).
Kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat. Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar (stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat (Santi, 2008).
Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah serta perbaikan dari pada tata udara tanah. Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air. Akibat lain dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan organik. Kemiskinan bahan organik akan memburukkan struktur tanah, lebih-lebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan rendah, maka sangat diperlukannya mikroba-mikroba yang dapat membentuk tekstur tanah atau agregat tanah (Asyakur, 2009).
Agregat dibentuk oleh campuran mikroba yang hidup di dalam tanah. Pembentukan agregat tanah umumnya dipengaruhi EPS (Eksopolisakarida) yang merupakan hasil dari aktivitas mikroorganisme (Goenadi, 1995). Azotobacter vinelandii, P. aeruginosa, P. fluorescens, dan P. putida menghasilkan beberapa jenis polisakarida penting. Polisakarida tersebut antara lain polisakarida ekstraselular, kapsular, dan lipopolisakarida (Kim et al., 1996).
Tujuan dari praktikum pembentukan agregat tanah adalah untuk mengetahui kemampuan konsorsia mikroba dalam membentuk agregat tanah.
II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pembentukan agregat tanah adalah cawan petri, spray akuades, pembakar spirtus, tabung reaksi, inkubator .
Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat bakteri Azospirillum sp 5ml. dan Bacillus subtilis 5ml, alkohol, akuades 10 ml, tanah steril.
B. Metode
1. Suspensi yang berisi biakan bakteri atau jamur di tuang ke dalam tanah steril di cawan secara aseptis.
2. Akuades sebanyak 10 ml dituang pada tanah steril secara aseptis sebagai kontrol.
3. Cawan diinkubasi pada suhu ruangan selama 7 hari dan disemprot dengan air selama 5 hari dengan jarak 20-40 cm.
4. Tanah setelah diinkubasi 7 hari diambil sedikit dan ditaruh diatas objek glass.
5. Objek glass yang berisi tanah dimasukkan ke dalam air selama 5 menit dan diamati struktur tanahnya. Hasil positif apabila tanah tersebut tetap menggumpal dan negative apabila tidak menggumpal.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembentukan Agregat Tanah Rombongan I
No. Nama sampel Hasil
1. B1B1; B2B2 + +
2. J1J1; J2J2 + +
3. B1J1 +
4. B2J1 +
5. B1B2 +
6. J1J2; B2J2 + +
7. B1J2 +
8. Kontrol -
Ket : (+) = ada agregat tanah
(-) = tidak ada agregat tanah
Gambar 1. Pembentukan Agregat Tanah kelompok 1
Struktur tanah adalah susunan butir-butir primer dan agregat-agregat pimer tanah yang secara alami menjadi bentuk tertentu yang dibatasi oleh bidang-bidang yang disebut agregat. Tanah yang berstruktur baik akan membantu fungsinya sebagai faktor pertumbuhan tanaman secara optimal, sedangkan tanah yang berstruktur jelek akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Struktur tanah terbentuk dengan jalan penggabungan butir-butir primer tanah oleh pengikat koloid tanah, yaitu koloid liat dan humus menjadi agregat primer. Penggabungan agregat primer ini tersusun lagi menjadi bentukan-bentukan yang masing-masing dibatasi oleh bidang-bidang permukaan tertentu. Agregat primer biasa disebut juga struktur mikro, sedangkan agregat sekunder yang merupakan struktur pada lapisan tanah atas atau lapisan olah disebut struktur makro atau agregat makro. pembentukan mikroagregat menjadi makro agregat dimediasi oleh bahan organik dan berbagai jenis mikro dan makroorganisme (bakteri, jamur terutama jamur VAM, algae, cacing, semut, serangga dsb.) (Tjimpolo, 2009).
Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Cendawan melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap (Iskandar, 2002).
Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa cendawan mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat.. Menurut Hakim, et al (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa polysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).
Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama pada tanah dengan tekstur berliat atau berpasir. Thomas et al (1993) menyatakan bahwa cendawan pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka beranggapan bahwa cendawan bukan hanya simbion bagi tanaman, tapi juga bagi tanah.
Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung membentuk agregat. Sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil. Kemper & Rosenau (1986) mengatakan bahwa makin stabil suatu agregat tanah, makin rendah kepekaannya terhadap erosi (erodibilitas tanah). Akar tanaman memberikan konstribusi terhadap kelimpahan bahan organik tanah dan kemantapan agregat tanah secara langsung melalui material akar tersebut dan secara tidak langsung melalui stimulasi aktivitas mikroorganisme di daerah sekitar perakaran (Watt et al., 1993). Adapun agensia organik yang dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah ialah produk dekomposisi biomas, eksopolisakarida (EPS) asal bakteri, miselium fungi, dan produk hasil sintesis tanaman.
Pembentukan agregat tanah umumnya dipengaruhi EPS yang merupakan hasil dari aktivitas mikroorganisme (Goenadi, 1995). Eksopolisakarida asal bakteri Gram negatif akan mengikat partikel tanah dan membentuk agregasi. Umumnya agregat yang terbentuk akibat EPS cukup stabil (UWA, 2004). Peran eksopolisakarida bagi bakteri adalah untuk melindungi dari berbagai macam cekaman lingkungan. Burdman et al., (2000) mengatakan bahwa Azospirillum brasilense menghasilkan eksopolisakarida dalam bentuk arabinosa yang berkorelasi dengan tingkat kemampuannya membentuk agregat. Medium fruktosa sintetik, strain tipe liar akan menghasilkan EPS yang kaya akan glukosa selama fase pertumbuhan eksponensial dan EPS yang kaya akan arabinosa selama fase pertumbuhan stasioner dan fase kematian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar