Jumat, 06 Mei 2011

MIKORIZA

Mikoriza sebagai biofertelizer bagi tanaman kehutanan
Harley, 1968 dan Gianinazzi_Pearson (1981) dalam Leyval dan Berhelin (1986) mengatakan bahwa kebanyakan akar tanaman yang berasosiasi dengan cendawan yang membentuk mikoriza dan sebagai simbiosis diketahui meningkatkan hara fosfat tanaman. Finley dan Read (1986) telah membuktikan dengan suatu penelitian bahwa miselia cendawan mikoriza dapat menfasilitasi masuknya fosfor dari tanah ke akar tanaman. Selanjutnya Smith et al. (1986) mencoba mengamati serapan hara fosfor dan N pada akar yang bermikoriza dan membandingkannya dengan yang tidak bermikoriza. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa serapan fosfor dan nitrogen ke dalam akar lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak bermikoriza. Jacobsen (1992) mengemukakan bahwa masuknya P ke akar melalui tiga tahap yakni penyarapan oleh hifa, translokasi dalam hifa dan transfer kedalam akar yang bersimbiotik. Selanjutnya dikatakan pula bahwa fosfor yang dikirim oleh hifa tersebut dalam bentuk polyphosphate dan laju translokasi dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi dan aliran cytoplasmic.
Mikoriza sebagai biokontrol tanaman terhadap kekeringan
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa mikoriza bisa menjadi penting bagi tanaman yang tumbuh di bawah kondisi tanah yang kering, meskipun demikian mekanisme mikoriza bisa meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan masih belum bisa dijelaskan (Sanchez-Diaz, 1994). Auge dan Stodola (1990) dalam Guehl, Garbaye dan Wartinger (1992) membuktikan bahwa asosiasi cendawan arbuskula-vesikula mikoriza (VAM) dapat memodulasi (mengatur) ketahanan tanaman inangnya terhadap kekeringan melalui mekanisme seperti penyerapan air yang meningkat, penyesusain berbagai osmotik, elastisitas dinding sel yang berubah-ubah atau kandungan air yang symplastis. Selain itu telah pula dibuktikan bahwa VAM mampu memanen air di bawah titik layu permanen, dimana air sangat terbatas dan tidak tersedia bagi tanaman non mikoriza. Kemampuan hifa memasuki pori-pori tanah yang paling kecil dimana akar sudah tidak bisa menembus dan menjangkau air tersebut menyebabkan tanaman bermikoriza selalu mendapatkan air meskipun dalam suasana kekeringan.
Mikoriza sebagai biokontrol tanaman terhadap keracunan logam berat
Menurut Leyval dan Weissenhorn (1994) logam berat telah dilaporkan menurunkan kelimpahan dan kolonisasi VAM dan menghambat perkecambahan spora. Meskipun demikian populasi VAM indegenous potensial yang terdapat dalam tanah terpolusi memperlihatkan kemampuannya beradaptasi. Selain itu telah pula dibuktikan bahwa Glomus mosseae yang diisolasi dari tanah yang terkontaminasi logam berat lebih toleran terhadap Cd dan Zn daripada yang diisolasi dari tanah yang tidak terkontaminasi. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa toksisitas logam berat dalam tanah tergantung pada jenis logam dan ketersediaannya serta besarnya keragaman antara satu tanah dengan yang lainnya.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa VAM dapat meningkatkan serapan logam, seperti Zn dan Cu dari tanah yang mengalami defisiensi logam (Gildon dan Tinker, 1983; El-kherbawy et al., 1989 dalam Vidal et al., 1994). Namun jika logam yang terdapat dalam tanah pada tingkat yang tinggi, bisa terjadi penurunan serapan metal tersebut (Gildon dan Tinker, 1983; Pliego-Alfaro, 1988 dalam Vidal et al., 1994). Meskipun demikian, infeksi dengan mikoriza bisa juga meningkatkan serapan logam seperti Cd ketika berada pada tingkat yang beracun (toxic) sebagaimana yang terjadi pada tapak-tapak yang terpolusi (Pliego-Alfaro, 1988 dalam Vidal et al., 1994)
Dengan demikian, sebagai biokontrol penyerapan logam berat, VAM dapat membantu tanaman terhindar dari keracunan logam tersebut. Logam-logam yang diserap oleh VAM disimpan dalam hifanya dan tidak diteruskan ke akar, namun belum diketahui fungsi logam tersebut bagi cendawan. Selain itu belum juga diketahui dimana logam tersebut disimpan dalam hifanya.
Mikoriza sebagai biokontrol tanaman terhadap patogen
Menurut Read (1986) mikoriza bisa meningkatkan resistensi terhadap penyakit dengan memperbaiki vigor tanaman inangnya yakni dengan mendominasi lingkungan fisik sekitar perakaran tanaman inang tersebut untuk mencegah masuknya patogen, serta dengan memperoduksi anti biotik atau dengan persaingan untuk sumberdaya. Percobaan yang dilakukan oleh Norman, Hooker dan Atkinson (1994) terhadap tanaman strawberi untuk mengurangi penyakit yang disebabkan Phytophtora fragriae dengan menginokulasikan VAM Glomus spp dan G. etunicatum. Hasil percobaanya menunjukkan bahwa tanaman yang diinokulasi dengan G. etunicatum dan Glomus spp lebih sedikit terserang Phytophtora fragriae dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi mikoriza. Selanjutnya Tang Ming dan Chen Hui (1994a) meneliti hubungan antara kolonisasi mikoriza dan indeks penyakit kanker pohon poplar di bawah kondisi alam, ternyata inokulasi dengan cendawan endomikoriza bisa menurunkan serangan penyakit kanker. Menurutnya pula bahwa formasi asosiasi endomikoriza mempengaruhi aspek fisiologis dan biokimikal poplar yang meliputi penyerapan air, kandungan fosfor, aktivitas enzim, dan kandungan zat yang menghambat formasi kanker (Tang Ming dan Chen Hui 1994b). Terhambatnya formasi kanker ini, dikarenakan asosiasi endmikoriza dapat meningkatkan aktivitas peroxidase dan polyphenoloxidase dalam kulit poplar, yang mengakibatkan berkurangnya indeks penyakit kanker.
Memperhatikan fungsi mikoriza dalam membantu pertumbuhan tanaman inangnya tersebut, maka mikoriza memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan hutan pada lahan kritis atau marginal. Inokulasi mikoriza pada tanaman yang akan ditanam pada lahan marginal harus dilakukan, karena umumnya lahan yang sudah mengalami kerusakan sudah sangat jarang diketemukan cendawan yang bermikoriza. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Brundett et al (1994) yang membandingkan diversitas dan distribusi cendawan glomalean (endomikoriza) pada lahan yang sudah rusak dan yang belum rusak (savana, bukit, hutan hujan tropis dan tapak-tapak yang lembab). Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa diversitas dan distribusi glomalean ternyata sangat jarang diketemukan pada lahan yang sudah rusak. Lahan bekas perladangan diduga tidak lagi mengandung cendawan mikoriza akibat pembakaran di atas permukaan tanah yang dilakukan oleh peladang. Sedangkan pada areal bekas pertambangan, musnahnya cendawan mikoriza karena penggalian tanah oleh penambang yang mengakibatkan tanah bagian bawah naik ke atas memusnahkan vegetasi yang ada di atasnya.
Cirri-ciri akar yang terinfeksi:
 akar yang kena infeksi membesar,
 bercabang,
 rambut-rambut akar tidak ada,
 hifa menjorok ke luar dan berfungsi sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air,
 hifa tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks membentuk struktur seperti pada jaringan hartiq.
CMA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai
perakaran yang spesipik. Organ khusus tersebut adalah arbuskuk
(arbuscule), vesikel (vesicle) dan spora :
 Vesikel merupakan struktur cendawan yang berasal dari pembengkakan hifa internal secara terminal dan internal, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan cendawan.
 Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang. Arbuskul merupakan percabangaan dari hifa masuk kedalam sel tanaman inang. Masuknya hara ini ke dalam sel tanaman inang diikuti oleh peningkatan sitoplasma, pembentukan organ baru, penbengkokan inti sel, peningkatan respirasi dan aktivitas enzim.
 Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya. Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat di dalam tanah dan juga kandungan Al. kandungan Mn juga mempengaruhi pertumbuhan miselium
 CMA tidak memiliki inang yang spesifik. Fungi yang sama
 dapat mengkolonisasi tanaman yang berbeda, tetapi
 kapasitas fungi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman
 bervariasi. Satu spesies fungi dipertimbangkan efisien ketika
 pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda:
 1) dapat mengkolonisasi akar secara cepat dan ekstensif,
 2) mampu berkompetisi dengan mikroorganisme yang lain untuk tempat menginfeksi dan mengabsorpsi nutrisi.
 3) segera membentuk miselium secara ekstensif dan ekstraradikal,
 4) mengabsorpsi dan mentransfer nutrisi ke tanaman,
 5) meningkatkan keuntungan non nutrisi kepada tanaman, seperti agregasi dan stabilisasi tanah.

 Dalam literatur mikoriza, istilah mikoriza sering dipergunakan untuk menjelaskan hubungan saling ketergantungan dimana tanaman inang menerima hara mineral sedangkan cendawan memperoleh senyawa karbon dari hasil fotosintesis tanaman inangnya. Tipe asosiasi tersebut adalah :
  Vesicular-arbuscular mycorrhizas (VAM) – dimana cendawan zygomecete menghasilkan arbuscule, hifa, dan vesicule dalam sel-sel korteks akar.
  Ectomycorrizas (ECM) – dimana basidiomycetes dan cendawan lainnya membentuk mantel di sekitar perakaran dan jaringan hartig di antara sel-sel akar.
  Orchid mycorrhizaes – dimana cendawan menghasilkan hiphae coils (hifa yang membelit) di dalam akar tanaman orchidaceous dan Ericoid mycorrhizas – termasuk hiphae coil di bagian luar akar rambut yang kecil pada tanaman orde Ericales.
  Ectendo, asosiasi arbotoid dan monotropoid yang sama dengan asosiasi ektomikoriza, namun memiliki anatomis yang khusus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mikoriza
antar lain :
 suhu, (diatas 400C perkembangan mikoriza menurun)
 kadar air tanah, mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan
 pH, tahan terhadap perubahan pH tanah
 bahan organik tanah, (bahan organik 1-2% maksimum)
 intensitas cahaya, intensitas cahaya yang tinggi peka infeksi mikoriza
 ketersediaan hara, rendah infeksi maksimum
 logam berat dan unsur lain, dipengaruhi oleh kandungan logam dalam tanah
 fungisida, turunnya kolonisasi CMA yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman dan pengambilan P

KOLEKSI DAN IDENTIFIKASI JAMUR MAKROSKOPIS

Indonesia sebagai daerah tropis merupakan sumber yang sangat potensial ditemukannya spesies baru. Banyak pakar yang menduga bahwa daerah tropis memiliki lebih dari separuh keanekaragaman flora dan fauna dunia, dan dengan demikian diduga sebagai sumber terkaya ditemukannya berbagai jenis makroorganisme baru (Gandjar, et al., 2006). Indonesia juga merupakan Negara kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa yang menjadikan negeri ini sebagai negeri tropis yang sangat kaya dalam hal keanekaragaman hayati. Sebagai negeri yang memiliki hutan hujan tropis, Indonesia seperti daerah lainnya mempunyai kondisi lingkungan yang basah dan lembab, dan kondisi ini sangat cocok bagi pertumbuhan banyak makroorganisme, termasuk makroorganisme dari jenis jamur (Suharna, 1993).
Jamur berperan sabagai dekomposer bersama-sama dengan bakteri dan beberapa jenis protozoa yang sangat banyak membantu dalam proses dekomposisi bahan organik untuk mempercepat siklus materi dalam ekosistem hutan. Dengan demikian jamur ikut membantu menyuburkan tanah dengan menyediakan nutrisi bagi tumbuhan sehingga hutan tumbuh dengan subur dan menjadi lebat. Beberapa jenis jamur juga bersifat parasit pada tumbuhan atau hewan. Sementara jamur yang lain berasosiasi saling menguntungkan (mutualistik) dengan tumbuhan ataupun dengan hewan (Suharna, 1993).
Mengetahui keanekaragaman jenis jamur pada alam dilakukan isolasi dan identifikasi. Identifikasi merupakan suatu kegiatan yang sangat penting mengingat banyak jenis jamur belum diketahui jumlah dan jenisnya. Jumlah spesies jamur yang
sudah diketahui hingga kini hanya kurang lebih 69.000 dari perkiraan 1.500.000 spesies yang ada di dunia. Dipastikan bahwa Indonesia yang sangat kaya akan diversitas tumbuhan dan hewannya juga memiliki diversitas jamur yang sangat tinggi mengingat lingkungannya yang lembab dan suhu tropik yang mendukung pertumbuhan jamur (Rifai, 1995).
Jamur mempunyai dua karakter yang sangat mirip dengan tumbuhan yaitu dinding sel yang sedikit keras dan organ reproduksi yang disebut spora. Dinding sel jamur terdiri atas selulosa dan kitin sebagai komponen yang dominan. Kitin adalah polimer dari gugus amino yang lebih memiliki karakteristik seperti tubuh serangga daripada tubuh tumbuhan. Spora jamur terutama spora yang diproduksi secara seksual berbeda dari spora tumbuhan tinggi secara penampakan (bentuk) dan metode produksinya (Alexopoulus dan Mimms, 1979).
Pengumpulan jamur dilakukan dengan melakukan eksplorasi di lapangan, selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label. Pembuatan herbarium merupakan suatu aktifitas pengawetan jamur untuk keperluan penelitian lebih lanjut. Fungsi dari herbarium adalah membantu identifikasi jamur lainnya yang sekiranya memiliki persamaan cirri-ciri morfologinya. Dengan kata lain, herbarium merupakan jamur yang diawetkan yang nantinya dapat dijadikan perbandingan dengan jamur yang akan diidentifikasi.
Herbarium memiliki dua jenis yang cukup dikenal yaitu herbarium basah dan herbarium kering. Herbarium basah merupakan awetan dari suatu hasil eksplorasi yang sudah diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat aslinya. Sedangkan herbarium kering adalah awetan yang dibuat dengan cara pengeeringan, namun tetap terlihat cirri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan perbandingan pada saat determinasi selanjutnya.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah melakukan koleksi jamur makroskopis yang di dapat dari alam sesuai lokasi yang ditentukan (herbarium basah atau herbarium kering), melakukan identifikasi jamur yang didapat tersebut (bila mungkin hingga spesies), melakukan penggolongan jamur yang didapat, mengenal struktur jamur yang didapat.

II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu larutan formalin 40 % (10 ml), alcohol 50 % (100 ml), asam asetat glacial (10 ml), jamur liar yang ditemukan dan akuades. Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu oven, label, amplop, botol bening sebagai tempat herbarium basah.
B. Metode
1. Koleksi
 Pembuatan herbarium basah
a) Jamur yang ditemukan dicuci dengan akuades sampai bersih
b) Jamur yang telah dicuci kemudian dimasukan ke dalam botol dan direndam dengan larutan FAA (formalin asam asetik glasial alcohol) kemudian diberi label.
Komposisi FAA : formalin 40% 10 ml, alcohol 50% 100 ml, asam asetat glacial 10 ml.
 Pembuatan herbarium kering
Jamur yang ditemukan dicuci dengan akuades kemudian dimasukan ke dalam amplop kemudian diberi label dan di oven dengan suhu maksimal 60ºC.
2. Identifikasi
 Morfologi yang diamati :
a) Bentuk dan warna tudung
b) Permukaan tudung
c) Tipe tudung
d) Letak stipe
e) Bentuk stipe
f) Tipe lamella
g) Ada atau tidaknya lamella atau porus.
 Substrat
a) Tanah
b) Kayu hidup atau mati
c) Serasah daun


III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Table 1. Herbarium basah dan Herbarium Kering
Herbarium basah Herbarium kering
1. Mycena galericulata 1. Fomitopsis pinicola
2. Auricularia auricula 2. Ganoderma lucidium
3. Grifola frondosa

Identifikasi jamur pada herbarium basah :
1. Spesies: Mycena galericulata
• Bentuk dan warna tudung : entire dan coklat
• Permukaan tudung : smooth
• Tipe tudung : entire
• Letak stipe : konsentris
• Bentuk stipe : silindris
• Tipe lamella : tidak memiliki
• Ada atau tidaknya lamella atau porus. : porus
• Substrat : kayu
2. Spesies Auricularia auricular
• Bentuk dan warna tudung : flat dan coklat
• Permukaan tudung : smooth
• Tipe tudung : lobed
• Letak stipe : tidak ada
• Bentuk stipe : tidak ada
• Tipe lamella : tidak memiliki
• Ada atau tidaknya lamella atau porus. : porus
• Substrat : kayu

B. Pembahasan
Indonesia merupakan Negara tropis dengan keragaman hayati yang besar (megabiodiversity). Keanekaragaman hayati yang ada ini meliputi keanekaragaman tumbuhan mulai dari tingkat rendah (tumbuhan yang tidak memiliki klorofil) sampai tumbuhan tingkat tinggi (tumbuhan yang memiliki klorofil). Sebagai daerah tropis, wilayanh Indonesia merupakan wilayah yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme seperti jamur. Jamur merupakan tumbuhan tingkat rendah, dimana dalam kehidupannya akan selalu menjadi parasit atau saprofit bagi organisme atau benda lain.
Keragaman jamur yang melimpah di alam harus dilakukan identifikasi agar diketahui seberapa banyak jamur yang kita miliki. Koleksi jamur-jamur yang berada di alam adalah langkah awal dalam mengidentifikasi jamur. Identifikasi adalah penetapan organisme dalam klasifikasi yang diberi nama sesuai dengan nomenklatur. Hasil yang didapat pada praktikum koleksi dan identifikasi jamur sebanyak 5 jenis jamur yaitu Mycena galericulata, Auricularia auricular, Fomitopsis pinicola, Grifola frondosa, Ganoderma lucidium.
Jamur adalah kelompok besar jasad hidup yang termasuk ke dalam dunia tumbuh-tumbuhan yang tidak mempunyai pigmen hijau daun (klorofil). Jamur berinti, berspora, berupa sel, atau benang, bercabang- cabang dengan dinding sel dari selulosa atau kitin atau keduanya. Tubuh buah suatu jenis jamur dapat berbeda dengan jenis jamur lainnya yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan tudung (pileus), tangkai (stipe), dan lamella (gills) serta cawan (volva). Adanya perbedaan ukuran, warna, serta bentuk dari pileus dan stipe merupakan ciri penting dalam melakukan identifikasi suatu jenis jamur (Smith, et al., 1988).
Beberapa karakteristik umum dari jamur yaitu jamur merupakan organisme yang tidak memiliki klorofil sehingga cara hidupnya sebagai parasit atau saprofit. Tubuh terdiri dari benang yang bercabang-cabang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium, berkembang biak secara aseksual dan seksual (Alexopoulus dan Mimms, 1979). Macam-macam jamur yang ditemukan pada saat praktikum adalah:
1. Famitopsis pinicula:
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Class : Agaricomycetes
Ordo : Polyporales
Family : Famitopsidae
Genus : Formitopsis
Spesies : Fomitopsis sp
Fomitopsis pinicola merupakan jamur yang tidak dapat dimakan karena jamur ini berkayu sehingga terlalu keras untuk dijadikan makanan. Formitopsis memiliki peranan penting dalam proses pelapukan kayu jenis conifer dan dikenal sebagai perusak kayu (Andrian, 2009).
2. Ganoderma lucidum
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Class : Agaricomycetes
Ordo : Polyporales
Family : Ganodermataceae
Genus : Ganoderma
Spesies : Ganoderma sp
Ganoderma lucidum merupakan medicinal mushroom karena tubuh buah mengandung lebih dari 2000 senyawa aktif yang dapat dibagi menjadi 3 kelompok utama, yakni 30% senyawa larut dalam air, 65% senyawa dalam pelarut organic, dan 5% senyawa volatile (Andrian, 2009).
3. Grifola frondosa
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Class : Agaricomycetes
Ordo : Polyporales
Family : meripilaceae
Genus : Grifola
Spesies : Grifola frondosa
Grifola frondosa merupakan jamur polyporus yang habitatnya di dasar kayu, hidupnya berkelompok seperti particular oaks. Di cina dan jepang jamur ini digunakan untuk pengobatan tradisional berupa herbal yang sama dengan medicinal mushroom,membantu menyeimbangkan system pertahanan tubuh yang berubah menjadi normal kembali, (Anrdian, 2009).

4. Mycena galericulata
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Class : Agaricomycetes
Ordo : Agaricales
Family : Tricolomataceae
Genus : Mycena
Spesies : Mycena galericulata
Mycena galericulata merupakan jamur edible tetapi belum dibudidayakan. Mycena galericulata memiliki persamaan warna dengan spesies lainnya, tetapi dapat dibedakan berdasarkan pelunturan warna cokelat kemerah-merahan akibat pertumbuhan( Andrian, 2009).
5. Auricularia sp
Kingdom : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Class : Agaricomycetes
Ordo : Auriculariales
Family : Auriculariaceae
Genus : Auricularia
Spesies : Auricularia sp.
Jamur kuping salah satu jamur yang dapat dikonsumsi. Lendir yang dihasilkan jamur kuping selama dimasak dapat menjadi pengental. Lendir ini dapat menonaktifkan atau menetralkan kolesterol (Andrian, 2009).
Herbarium merupakan suatu specimen dari bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melelui metode tertentu. Menurut Wibowo dan Abdullah (2007), larutan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Formalin 40% (10ml)
Formalin merupakan larutan komersial dengan konsentrasi 10-40% dari formaldehid. Bahan ini digunakan sebagai antiseptic, germisisda, dan pengawet.
2. Alkohol 50%(100ml)
Alkohol dapat digunakan sebagai pengawet untuk koleksi hewan maupun tumbuhan yang berukuran kecil.
3. Asam Asetat Glasial(10ml)
Asam asetat glacial digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilakan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar(40%-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi mmonomer vinil asetat.
Praktikum ini juga mengamati preparat melintang dari Ganoderma lucidum antara lain:
1. potongan membujur bagian bawah
2. potongan membujur bagian atas
3. potongan melintang bagian atas

Kutis merupakan kumpulan hifa yang terdiferensiasi, sedangkan tabung berisi hymelium yang di dalamnya terdapat basidiospora. Hifa memiliki 3 macam yaitu (1) hifa generatif, hifa yang mampu melakukan reproduksi dan menghasilkan basidiospora. Berdinding tipis berseptat dan bercabang. (2) hifa binding, hifa yang bercabang yang berfungsi untuk menyatukan hifa satu dengan hifa lainnya. (3) hifa skeletal, hifa yang tidak bercabang dan berfungsi untuk memperkuat basidiocarp. Hifa monomitik, hanya memiliki 1 jenis hifa yaitu hifa generatif. Hifa dimitik, memiliki 2 jenis hifa yaitu hifa binding dan skeletal. Hifa trimitik, hifa yang memiliki ketiga jenis hifanya yaitu hifa generatif, skeletal dan binding.

BUDIDAYA JAMUR

Jamur sejak lama sudah dapat menarik perahatian masyarakat selain dari ekonomis, enak dan juga berkhasiat. Adanya permintaan tinggi mengakibatkan jamur sulit didapat secara alami. Budidaya jamur dianggap solusi yang dapat memenuhi permintaan akan jamur. Budidaya jamur kebanyakan menggunakan serbuk kayu sebagai substratnya dengan kandungan selulosa yang tinggi.
Serbuk kayu dapat dimanfaatkan agar mempunyai nilai ekonomis, yakni menjadikannya sebagai media tanam bagi pertumbuhan jamur. Serbuk kayu yang digunakan sebagai tempat tumbuh jamur mengandung serat organik (selulosa, serat dan lignin). Kandungan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan jamur.
Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati dari organisme lain. Jamur ada yang merugikan dan ada juga yang menguntungkan. Jamur yang merugikan adalah berbagai jenis jamur penyebab penyakit pada manusia dan tanaman, misalnya jamur yang menyebabkan keracunan saat dikonsumsi dan jamur yang menyebabkan kayu cepat lapuk. Jamur yang menguntungkan adalah berbagai jenis jamur yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, misalnya jamur yang berperan dalam pembuatan tempe, tape dan kecap. Jamur lain yang termasuk jenis jamur yang menguntungkan adalah jamur konsumsi seperti jamur kuping, jamur merang, dan jamur tiram. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) adalah jamur yang memiliki kandungan protein tertinngi dari ketiga jenis jamur tersebut (Parjimo, 2007). Ganoderma lucidum juga merupakan salah satu jenis jamur yang menguntungkan yang dapat digunakan sebagai antibiotik.
Baik jamur tingkat rendah maupun jamur tingkat tinggi tubuhnya mempunyai ciri khas yaitu berupa benang tunggal bercabang-cabang yang disebut miselium atau berupa kumpulan benang yang padat menjadi satu, hidupnya heterotrop (Dwidjoseputro, 1987; Tarigan, 1998). Tubuh jamur dapat berupa sel-sel yang lepas satu sama lain atau berupa beberapa sel yang bergandengan dan dapat berupa benang. Sehelai benang itu disebut ”hifa”. Hifa jamur ada yang bersekat-sekat. Pada umumnya hifa ini menghasilkan alat-alat perkembangbiakan yang disebut spora (Heddy, 1987).
Jamur tiram putih merupakan jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan jenis jamur kayu lainnya. Jamur tiram putih mengandung protein, lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin lebih tinggi dibandingkan jenis jamur lain. Jamur tiram putih memiliki tubuh buah yang tumbuh mekar membentuk corong dangkal seperti kulit kerang (tiram). Tubuh buah jamur ini memiliki tudung (pileus) dan tangkai (stipe atau stalk). Pileus berbentuk mirip cangkang tiram berukuran 5 cm -15 cm dan permukaan bagian bawah berlapis-lapis seperti insang berwarna putih dan lunak. Tangkainya dapat pendek atau panjang (2cm-6cm) tergantung pada kondisi lingkungan dan iklim yang mempengaruhi pertumbuhannya (Nunung, 2001).
Ganoderma lucidum (G. lucidum) adalah jenis tanaman obat yang sudah sangat dikenal luas penggunaannya di kalangan masyarakat, bahkan G. lucidum dinamakan sebagai Raja Herbal. G. Lucidum merupakan fungi golongan Basidiomycetes, tidak berlamela dan termasuk famili Polyporaceae. Habitat aslinya, G. lucidum tumbuh dalam hutan lebat di pegunungan dengan kelembaban tinggi. Tanaman ini lebih dikenal dengan jamur kayu atau jamur merah oleh masyarakat Indonesia.
Perkembangan jamur memerlukan sumber nutrien atau makanan dalam bentuk unsur-unsur kimia, misalnya nitrogen, fosfor, belerang, kalsium dan karbon. Faktor lain yang mendukung pertumbuhan jamur adalah pH, kelembaban, suhu, cahaya matahari dan kandungan air. Tahapan dalam membudidayakan jamur adalah mengisolasi tubuh buah, pembuatan media bibit, inokulasi isolat ke media bibit, pembuatan media baglog, penginokulasian ke dalam baglog, pemeliharaan, dan pemanenan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum budidaya jamur adalah untuk mengetahui tahap-tahap budidaya jamur dan dapat mengaplikasikan tahap-tahap budidaya jamur.


II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum budidaya jamur adalah cawan, LAF (Laminar Air Flow), pinset, pisau, botol, cling wrap, plastik, nampan, ring, karet, sprayer.
Bahan yang digunakan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus), Ganoderma lucidum, PDA (Potato Dextrose Agar), streptomysin, biji jagung giling, biji kacang hijau giling, milet, dedak, CaCO3, serbuk kayu, alkohol 70% dan akuades.

B. Metode
 Isolasi Tubuh Buah
1. Media isolat PDA diberi antibiotik sebanyak 3 tetes.
2. Media isolat PDA dituangkan ke dalam cawan dan ditunggu memadat.
3. Jamur tiram putih dan jamur kayu dipotong dengan menggunakan pisau dibagian yang ditentukan.
4. Jamur yang telah dipotong dimasukkan ke dalam alkohol 70% dan dimasukkan ke dalam akuades kemudian tiriskan.
5. Jamur yang sudah steril dimasukkan ke dalam media PDA cawan dan wrapping.
6. Diamati pertumbuhannya.
 Pembuatan Media Bibit
1. Biji jagung giling atau biji kacang giling atau milet, dedak, CaCO3, serbuk kayu dicampurkan dalam baskom.
2. Ditambah air secukupnya.
3. Media di masukkan ke dalam botol kemudian disterilisasi.
 Inokulasi Isolat ke Media Bibit
1. Isolat jamur diambil dengan menggunakan ose L kemudian diinokulsikan ke dalam media bibit yang sudah disterilisasi.
2. Diamati pertumbuhan pertumbuhan miseliumnya
 Pembuatan Baglog
1. Serbuk kayu, dedak, CaCO3, kapur dicampurkan.
2. Diberi air secukupnya.
3. Dimasukkan ke dalam plastik.
4. Disterilisasi.
 Inokulasi Bibit ke Media Baglog
1. Lingkungan harus aseptis.
2. Baglog dibuat lubangan kecil ditengah atasnya.
3. Masukkan bibit 4 sendok kecil ke dalam lubangan tersebut.
4. Tutup baglog dengan kertas dengan penyangga ring dan ikat dengan karet.
5. Inkubasi hingga miselium memenuhi seluruh baglog.
6. Diamati pertumbuhannya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Pengamatan Pertumbuhan Jamur Ganoderma lucidum Pada Botol
Kelompok Tanggal
1 November 2010 3 November 2010 8 November 2010
1 1,1 cm 1,45 cm 4,275 cm
2 0,425 cm 0,775 cm 4,225 cm
3 - 1,8 cm 3,925 cm
4 0,475 cm 0,775 cm 1,525 cm
5 1 cm 2 cm 4,874 cm

Tabel 2. Pengamatan Pertumbuhan Jamur Pleurotus ostreatus Pada Botol
Kelompok Tanggal
1 November 2010 3 November 2010 8 November 2010
1 0,5 cm 1,75 cm 4,825 cm
2 0,275 cm 2,125 cm 3,375 cm
3 - 2,425 cm 7,225 cm
4 0,85 cm 2,025 cm 4,875 cm
5 - 1,5 cm 2,95 cm


B. Pembahasan
Jamur tiram di alam bebas bisa dijumpai hampir sepanjang tahun di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur kayu. Saat ingin membudidayakan jamur ini, substrat yang dibuat harus memperhatikan habitat alaminya. Budidaya jamur tiram dapat digunakan substrat, seperti kompos serbuk gergaji kayu, ampas tebu atau sekam. Hal yang perlu diperhatikan dalam budi daya jamur tiram adalah faktor ketinggian dan persyarataan lingkungan, sumber bahan baku untuk substrat tanam dan sumber bibit. Miselium dan tubuh buahnya tumbuh dan berkembang baik pada suhu 26-30 °C. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) mulai dibudidayakan pada tahun 1900. Budidaya jamur ini tergolong sederhana. Jamur tiram biasanya dipeliharan dengan media tanam serbuk gergaji steril yang dikemas dalam kantung plastik (Wikipedia.com).
Media tanam Pleurotus ostreatus yang sering digunakan adalah jerami yang dicampur dengan air, dedak 10% dan kapur 1%. Fungsi dari jerami adalah sebagai bahan dasar dari pertumbuhan jamur. Jerami mengandung lignin, selulosa, karbohidrat, dan serat yang dapat didegradasi oleh jamur menjadi karbohidrat yang kemudian dapat digunakan untuk sintesis protein. Air pada jerami berfungsi sebagai pembentuk kelembapan dan sumber air bagi pertunbuhan jamur. Dedak dan kapur merupakan bahan tambahan pada media tanam Pleurotus ostreatus. Dedak ditambahkan pada media untuk meningkatkan nutrisi media tanam, terutama sebagai sumber karbohidrat, karbon, dan nitrogen. Kapur merupakan sumber kalsium bagi pertumbuhan jamur. Selain itu juga kapur berfungsi untuk mengatur pH media pertumbuhan jamur (Wikipedia.com).
Selain jerami, ada beberapa media lain yang dapat digunakan seperti media serbuk gergaji yang mengandung selulosa, lignin, pentosan, zat ekstraktif, abu, jerami padi, media limbah kapas, alang-alang, daun pisang, tongkol jagung, klobot jagung, gabah padi, dan lain sebagainya. Tetapi, tetap saja pertumbuhan yang paling baik ada di media serbuk gergaji dan merang. Penyebabnya adalah karena jumlah lignoselulosa, lignin, dan serat pada serbuk gergaji dan merang memang lebih tinggi. Sebagai contohnya dalam pembuatan media jerami padi, bahan-bahan yang digunakan adalah 15-20% jerami padi, 2.5% bekatul kaya karbohidrat, karbon, dan vitamin B komplek yang bisa mempercepat pertumbuhan dan mendorong perkembangan tubuh buah jamur, 1-1.5% kalsium karbonat atau kapur menetralkan media sehingga dapat ditumbuhi oleh jamur (pH 6,8 – 7,0). Selain itu, kapur juga mengandung kalsium sebagai penguat batang atau akar jamur agar tidak muda rontok. 0.5% gips dapat memperkokoh struktus suatu bahan campuran, dan terakhir 0.25% pupuk TS sebagai nutrisi (Wikipedia.com).
Hasil dari praktikum ini adalah pertumbuhan yang cepat pada jamur P. oestreatus dan pada media millet yaitu dengan panjang 7,23 cm. Millet ini telah mendapatkan perlakuan lanjutan yaitu millet dihaluskan terlebih dahulu,. Hal ini sesuai dengan media yang bertekstur halus dan kecil akan lebih mudah didegradasi oleh jamur, sehingga pertumbuhannya akan cepat, karena jamur tersebut akan lebih mudah menyerap nutrisi. Budidaya atau pembudidayaan jamur merupakan usaha menanam atau mengembangkan jamur dalam lingkungan buatan. Jamur dapat tumbuh dengan nutrisi yang sudah tersedia di media dasarnya, akan tetapi pertumbuhan jamur akan lebih baik jika ditambah dengan nutrisi tambahan. Jamur memerlukan sumber nutrisi dalam bentuk unsur-unsur seperti N, P, S, K dan C. Budidaya jamur berfungsi untuk mengembangkan jamur yang hasilnya dapat dikomersilkan (Sunawiria, 2000).
Fungsi dari bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah:
1. Jagung, kacang hijau dan millet berfungsi sebagai media dan sumber karbon
2. Serbuk gergaji kayu berfungsi sebagai bahan dasar yang berfungsi sebagai penyubur organik yang kaya akan nitrien selulosa, hemiselulosa dan lignin yang dapat diuraikan oleh jamur dengan bantuan enzim yang dihasilkan menjadi gula sederhana seperti glukosa, kemudian glukosa tersebut dapat menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur.
3. Dedak berfungsi sebagai sumber nutrisi karena mengandung protein 12-13%, karbohidrat 8%, lemak 8,2%, dan vitamin yang dapat mempercepat pertumbuhan miselium.
4. Kapur (CaCo3) berfungsi sebagai sumber kalsium dan untuk penyangga pH.
5. Air merupakan penyedia oksigen. Kadar air diatur sebanyak 60-65% dengan menambah air bersih, agar dapat tumbuh baik (Ganders, 1982; Winarni dan Rahayu, 2002).
Fator-faktor yang mempengaruhi budidaya jamur adalah bibit jamur antara lain adalah suhu, derajat keasaman (pH), kelembaban ruangan, cahaya, serta konsentrasi karbondioksida (CO2) dan oksigen (O2).
a. Suhu
Pada umumnya jamur akan tumbuhn pada kisaran temperature antara 22-28°C, untuk daerah Bandung, missal siang hari dalam ruangan, kisaran temperature tersebut dapat dicapai, demikian juga dengan dataran rendah (missal; Jakarta), dengan temperatur di atas 28°C pada siang hari masih dapat tumbuh walaupun agak terhambat dan hasil terbatas (Suriawiria, 2000). Dikemukakan lebih lanjut oleh Cahyana et al. (1999), suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pembentukan tubuh buah). Suhu inkubasi jamur tiram berkisar anatara 22-28°C, sedang suhu pertubuhan berkisar antara 16-22°C.
b. Kelembaban Udara (RH)
Seperti halnya suhu, RH pertumbuhan jamur pada saat inkubasi dan pembetukan tubuh buah juga berbeda. Pada saat inkubasi kelembaban yang dibutuhkan 60-80%, sedang untuk pembentukan tubuh buah 80-90%. Lebih lanjut, Cahyana et al. (1999) menambahkan bahwa pengaturan suhu dan RH dalam ruangan dapat dilakukan dengan menyemprotkan air bersih ke dalam ruangan. Namun, apabila suhu terlalu tinggi sedang RH terlalu rendah, maka primordial (bakal jamur) akan kering dan mati.
c. Cahaya
Pertumbuhan dan perkembangan jamur sangat peka terhadap cahaya, misal cahaya matahari secara langsung. Intesitas cahaya yang diperlukan pada saat pertumuhan sekitar 10%.
d. CO2 dan O2
Miselium dari beberapa jenis Pleurotus ostreatus dapat tumbuhan lebih cepat dengan peingkatan konsentrasi karbon dioksida sampai 22% (Zadradil, 1975 dalam Winarni dan Rahayu, 2002). Namun pembentukan tubuh buah akan terhambat pada konsentrasi karbondioksida yang tinggi. Oksigen dibuthkan untuk proses pembentukan pertumbuhan tubuh buah jamur. Jika kekurangan O2 atau terlalu banyak CO2 di udara maka tangkai tubuh buah jamur akan tumbuh memanjang dan tudung jamur menjadi kurang berkembang.
Jamur yang digunakan untuk praktikum budidaya jamur adalah jamur Pleurotus oestreatus dan Ganoderma lucidum. Alasan menggunakan jamur Pleurotus oestreatus adalah, karena jamur tersebut tergolong dalam jamur edible, yang umum dikonsumsi. Pleurotus oestreatus termasuk jamur yang pertumbuhannya cepat. Alasan menggunakan Ganoderma lucidum adalah karena Ganoderma lucidum termasuk golongan jamur medicinal (Anonim, 2009).
Tahapan budidaya jamur adalah:
1. Isolasi tubuh buah
Media PDA di tuang ke cawan petri dan ditambah dengan 3 tetes streptomysin, untuk antimikroba. Bagian tubuh buah dipotong 1x1 cm pada bagian yang ada lamella nya untuk jamur tiram dan porus untuk Ganoderma. Potongan di cuci dengan alkohol, akuades dan di letakkan di atas kertas saring. Diinokulasikann pada media PDA padat, diberi label dan wrapping. Tahapan ini berfungsi untuk mendapatkan media murni.
2. Pembuatan media bibit
Jagung, millet, kacang hijau di rebus hingga setengah matang dan ditiriskan, agar jamur lebih mudah untuk mendegradasi dan mengambil nutrisi. Jagung, millet, kacang hijau masing-masing di campur dengan CaCo3 1 % dan glukosa 0,5% dari bobot total. Dimasukkan dalam botol kultur, ditutup dengan kapas, plastik wrapping dan distrelilisasi.
3. Inokulasi biakan murni ke media bibit
Isolat di ambil sebanyak 2 plug dan diinokulasikan dalam media bibit. Botol kultur di beri garis untuk mengukur miselium. Diinkubasi selama 2 minggu dan dihitung laju pertumbuhannya dengan rumus
4. Pembuatan media baglog
Pembuatan media memakai ¼ resep, yaitu 25 kg, meliputi serbuk kayu albasia, bekatul 2,75 kg, gips 0,5 kg, CaCo3 0,5 kg, kapur 0,5 kg. Dicampur hingga rata dan tambahkan sedikit air. Dimasukkan dalam plastik baglog. Baglog disterilisasi selam 12 jam dan di dinginkan selam 1 hari, berfungsi untuk mematikan mikroba yang terdapat pada media agar jamur dapat tumbuh dengan baik. Baglog yang sudah dingin diinokulasi dengan bibit jamur tiram (Pleurotus sp) dan Ganoderma sp., ditutup dengan cincin bambu, koran dan diikat dengan karet. Baglog di beri garis L1,L2,L3,L4, dan disimpan dalam kumbung, proses ini memerlukan waktu kurang lebih 30-40 hari. Suhu ruang diatur sekitar 22-28oC dengan kelembaban 70-90%. Pertumbuhan tubuh buah diawali dengan membuka Koran pada baglog untuk memberikan oksigen pada tubuh buah. Penyiraman air bersih perlu dilakukan untuk menjaga kelembaban agar jamur dapat tumbuh dengan baik. Suhu dan kelembaban pada saat pertumbuhan tubuh buah dijaga sekitar 20-22oC dan 95-100% (Dwidjoseputro, 1969).

AKTIFITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK MISELIUM DAN TUBUH BUAH Ganoderma Lucidum dan Pleurotus Ostreatus terhadap Salmonella Typhii

Beberapa jamur makroskopis, terutama yang tergolong dalam edible mushroom (jamur-jamur yang dapat dimakan) seperti Pleurotus ostreatus dan medicinal mushroom (jamur-jamur yang memiliki khasiat obat/herb) seperti Ganoderma lucidum memiliki aktivitas antimikroba. Beberapa senyawa yang bersifat antimikroba, ada yang dikeluarkan dari sel (ekstraseluler) maupun yang tidak dikeluarkan dari sel (intraseluler). Senyawa tersebut dapat berupa antibiotic, toksin, enzim, maupun karbohidrat penyusun dinding sel. Menurut Wagner et al. (2003) dalam Ratnaningtyas, dkk. (2010), Ganoderma menghasilkan beberapa metabolit yang berperan dalam aktivitas antimikroba seperti polisakarida dan triterpenoid. Tang et al. (2006) dalam Ratnaningtyas, dkk. (2010) menyatakan bahwa dalam miselium Ganoderma sp. juga terkandung senyawa triterpenoid, walaupun tidak sebanyak yang ditemukan pada tubuh buahnya. Pleurotus ostreatus memiliki zat antimikroba berupa alkaloid, flavonoid, terpenoid. Antimikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh organisme lain. Antimikroba sendiri ada yang bersifat mikrobisida dan ada yang bersifat mikrobiostatik. Penggunaan ekstrak dari tubuh buah maupun miselium pada Ganoderma lucidum dan Pleurotus ostreatus yang akan diujikan pada bakteri Salmonella typhi. Salmonella thypi adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan (foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Penyakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut salmonellosis. Mekanisme penghambatan senyawa antimikroba bermacam-macam tergantung jenis senyawa dan mikroorganismenya.

B. Tujuan
Tujuan dari praktikum budidaya jamur adalah Mengetahui aktivitas antimikroba dari ekstrak miselium Ganoderma lucidumdan Pelurotus oestreatus terhadap Salmonella thypii.

II. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan adalah cawan petri, oven, pinset, pipet tetes, labu Erlenmeyer, kertas cakram, tabung reaksi, LAF, kertas label, plastik wrapping mortar dan pestle.
Bahan yang digunakan adalah tubuh buah Ganoderma lucidum, tubuh buah pleurotus oestreatus, etanol96%, DMS, medium PDYB, medium NA, isolat Salmonela thypii.
B. Metode
1. Ekstraksi tubuh buah
a. Tubuh buah G. lucidum dan P. oestreatus dicuci, dipotong-potong kemudian di oven selama 4-6 hari sampai berat konstan dan dihaluskan.
b. Serbuk tubuh buah ditambah dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:10.
c. Larutan disaring dan diuapkan hingga ekstrak menjadi kental.
d. Larutan ditambah dengan DMSO dengan konsentrasi 20%.
2. Ekstraksi miselium
a. Disediakan 2 cawan petri, cawan pertama ditanam 4 plug G. lucidum, cawan ke dua ditanam P. oestreatus.
b. Dimasukkan dalam media PDYB 100 ml dan dishaker selama 30 hari.
c. Media disaring hingga didapat miselium, miselium dioven 4-6 hari hingga berat konstan dan dihaluskan.
d. Serbuk ditambah dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:10.
e. Larutan disaring dan diuapkan hingga ekstrak menjadi kental.
f. Larutan ditambah dengan DMSO dengan konsentrasi 20%.
3. Pembuatan isolat S. thypii
a. Isolat S. thypii diinokulasi pada media NB dan diinkubasi selama 1-2 hari.
b. S. thypii sebanyak 0,1 ml ditetesi pada media NA di dalam cawan petri.
4. Uji antimikroba
Kertas cakram steril ditetesi dengan ekstrak sebanyak 50 µl, diletakkan pada media NA yang sudah ditambah dengan isolat S.thypii
5. Perhitungan
R = (D1+D2+D3+D4)/4

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil


Gambar 1. Hasil isolasi antimikroba dari tubuh buah Ganoderma lucidum dan miselium Pleurotus ostreatus

Keterangan :
Gambar diatas menunjukkan bahwa tidak ada penghambatan dari isolasi zat antimikroba yang diisolasikan terhadap bakteri Salmonella typhii.

B. Pembahasan
Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh mikroorganisme (microbicidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme (microbiostatic). Mekanisme penghambatan senyawa antimikroba bermacam-macam tergantung jenis senyawa dan mikroorganismenya. Secara garis besar dibedakan berdasarkan dalam lima tipe, yaitu penghambatan sintesis dinding sel, penghambatan sintesisi protein, perusakan membran plasma, penghambatan sintesis asam nukleat dan penghambatan esensial. Zona penghambatan menunjukkan adanya aktivitas yang berbeda. Perbedaan ini terjadi karena resistensi cendawan uji atau cendawan pathogen. Spesifitas memiliki arti bahwa penghambatan pertumbuhan mikroba akan lebih besar diakibatkan oleh aktivitas senyawa tertentu yang disintesis. Ketepatan komposisi nutrisi media kultur akan menghasilkan metabolit jamur yang maksimal (Tortora et al., 1998).
Tubuh Ganoderma lucidum mengandung lebih dari 200 senyawa aktif yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yakni 30% senyawa larut dalam air, 65% senyawa larut dalam pelarut organik, dan 5% senyawa volatil. Polisakarida dan germanium organik merupakan senyawa larut dalam air. Adenosin dan terpenoid adalah senyawa yang larut dalam pelarut organik, sedangkan asam ganoderat termasuk senyawa volatile (Anonim, 2010). Menurut Chang (1989), senyawa yang terkandung dalam G. lucidum adalah:
1. Polisakarida, merupakan senyawa larut dalam dalam air. Polisakarida membantu membersihkan toksin yang ada di dalam tubuh, mengganti sel-sel yang rusak. Merusak membrane sel bakteri dan meningkatkan system kekebalan tubuh serta memelihara kesehatan keseluruhan bagian tubuh..
2. Adenosine dan terpenoid, berfungsi untuk merusak membran sel bakteri, senyawa yang larut dalam pelarut organic. Adenosine dapat melancarkan peredaran darah, membantu metabolism dan menjaga kesehatan tubuh serta menambah energi.
3. Triterpenoid, dapat membantu untuk meningkatkan sistem peredaran, mengurangi kadar kolesterol dan lemak netral di dalam tubuh.
4. Antibiosis senyawa aktif.
Jamur tiram mengandung mineral utama tertinggi adalah : Zn, Fe, Mn, Mo, Co, Pb. Konsentrasi K, P, Na, Ca dan Me mencapai 56-70% dari total abu dengan kadar K mencapai 45%. Mineral-mineral ini dapat bersifat sebagai zat oligodinamik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella typhii. Selain itu jamur tiram juga mengandug Alkaloid, Flavonoid dan Terpenoid.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Etanol, berfungsi untuk melarutkan senyawa aktif yang terdapat dalam jamur tersebut.
2. DMSO (Dimetil Sulfide Oksida), untuk melarutkan ekstrak, karena ekstrak masih kental.
3. PDYB (Potato Dextrose Yeast Broth), untuk kultivasi.

IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada yang terdapat zona jernih. Senyawa yang terkandung dalam G. lucidum adalah polisakarida, Adenosine dan terpenoid, Triterpenoid dan Antibiosis senyawa aktif. Senyawa yang terkandung dalam P. oestreatus adalah Alkaloid, Flavonoid dan Terpenoid.

ORGAN LYMFOID

12. ORGAN LYMFOID
Limfosit terdapat sebagai sel yang berada di dalam darah, limfe, jaringan pengikat dan epitel, terutama dalam lamina propria tractus respiratorius dan tractus digestivus, limfosit terlihat bersama dengan plasmasit dan makrofag sebagai kumpulan yang padat dalam jaringan pengikat longgar. Apabila jaringan penyusunnya terdiri atas sel-sel limfosit saja maka jaringan tersebut disebut jaringan limfoid, sedangkan organ limfoid adalah jaringan limfoid yang membentuk bangunan sendiri. Jadi, jaringan dan organ limfoid adalah jaringan yang mengandung terutama limfosit, terlepas apakah terdapat bersama dengan plasmasit dan makrofag atau tidak.

Berdasarkan atas fungsinya, jaringan limfoid terbagi menjadi:
Jaringan limfoid primer/sentral
Jaringan limfoid primer berfungsi sebagai tempat diferensiasi limfosit yang berasal dari jaringan myeloid. Terdapat dua jaringan limfoid primer , yaitu kelenjar thymus yang merupakan diferensiasi limfosit T dan sumsum tulang yang merupakan diferensiasi limfosit B. Pada aves, limfosit B berdiferensiasi dalam bursa fabricius. Jaringan limfoid primer mengandung banyak sel-sel limfoid diantara sedikit sel makrofag dalam anyaman sel stelat yang berfungsi sebagai stroma dan jarang ditemukan serabut retikuler.

Jaringan limfoid perifer/sekunder
Jaringan limfoid sekunder berfungsi sebagai tempat menampung sel-sel limfosit yang telah mengalami diferensiasi dalam jaringan sentral menjadi sel-sel yang imunokompeten yang berfungsi sebagai komponen imunitas tubuh. Dalam jaringan limfoid sekunder, sebagai stroma terdapat sel retikuler yang berasal dari mesenkim dengan banyak serabut-serabut retikuler. Jaringan limfoid yang terdapat dalam tubuh sebagian besar tergolong dalam jaringan ini, contohnya nodus lymphaticus, limfa dan tonsilla

Berdasarkan susunan histologisnya, jaringan limfoid terbagi menjadi:
1. Jaringan limfoid longgar
Susunan unsur sel yang menetap (sel makrofag dan sel retikuler) lebih banyak dari sel-sel bebas.
2. Jaringan limfoid padat
Limfosit mendominasi dibandingkan sel-sel lain.
3. Jaringan limfoid noduler
Sebenarnya merupakan jaringan limfoid padat karena sel-sel limfosit memadati jaringan tersebut dan tersusun dalam struktur bulat, disebut juga noulus lymphaticus. Jaringan limfoid ini merupakan bangunan sementara yang dapat menghilang dan timbul lagi, berfungsi sebagai tempat proliferasi limfosit. Bagian tengah nodul berisi limfosit-limfosit muda yang berukuran besar dengan inti pucat yang disebut centrum germinalis.

Organ Limfoid terdiri dari :
Thymus,
Nodus lympaticus,
Lien
Tonsilla,

Thymus
Thymus merupakan organ yang terletak dalam mediastinum di depan pembuluh-pembuluh darah besar yang meninggalkan jantung, yang termasuk dalam organ limfoid primer. Thymus merupakan satu-satunya organ limfoid primer pada mamalia yang tampak dan merupakan jaringan limfoid pertama pada embrio sesudah mendapat sel induk dari saccus vitellinus. Limfosit yang terbentuk mengalami proliferasi tetapi sebagian akan mengalami kematian, yang hidup akan masuk ke dalam peredaran darah sampai ke organ limfoid sekunder dan mengalami diferensiasi menjadi limfosit T. Limfosit ini akan mampu mengadakan reaksi imunologis humoral. Geminal centers tidak terdapat di organ ini.
I. Gambaran Histologis
Tiap lobulus dibungkus dalam kapsul jaringan pengikat longgar yang tipis dan melanjutkan diri ke dalam membagi lobus menjadi lobuli dengan ukuran 0,5 – 2 mm. Jaringan parenkim thymus terdiri dari anyaman sel-sel retikuler saling berhubungan tanpa adanya jaringan pengikat lain, diantara sel retikuler terdapat limfosit. Sel retikulernya berbentuk stelat seperti didalam nodus lymphaticus dan lien, tetapi berasal dari endoderm. Hubungan ini lebih jelas di daerah medulla sampai membentuk struktur epitel yang disebut corpuskulum hassalli (thymic corpuscle). Masing-masing lobus terdiri dari cortex dan medulla.

a. Cortex
Limfosit dihasilkan di daerah cortex sehingga sebagian besar populasi sel di cortex adalah limfosit dari berbagai ukuran. Hubungan antara sel retikuler terlihat dengan M.E. sebagai desmosom, sel retikuler epitelnya adalah sel stelat dengan inti oval yang berwarna pucat dan berukuran 7-11 mikron. Limfosit besar banyak terdapat di bagian perifer dan makin kedalam jumlah limfosit kecil makin bertambah, sehingga cortex bagian dalam sangat padat oleh limfosit kecil. Dalam cortex terjadi proses proliferasi dan degenerasi, dan terdapat makrofag yang walaupun sedikit merupakan penghuni tetap dalam cortex. Kadang-kadang juga ditemukan sedikit plasmasit dalam parenkim.

b. Medulla
Pada medulla, banyak terdapat sel retikuler dengan berbagai bentuk, kadang mempunyai tonjolan dan kadang tidak mempunyai tonjolan sitoplasma. Ada pula sel retikuler yang berbentuk gepeng dan tersusun konsentris membentuk corpusculum Hassali. Sel-selnya berhubungan sebagai desmosom. Bagian tengahnya mengalami degenerasi dan kadang-kadang kalsifikasi. Limfosit terdapat tidak begitu banyak dan hanya dari jenis bentuk kecil. Perbedaan dengan limfosit cortex karena bentuk yang tidak teratur dengan sitoplasma lebih banyak. Dalam medulla terdapat jenis sel lain dalam jumlah kecil seperti makrofag dan eosinofil.

II. Pembuluh Darah
Cortex mendapat darah sebagai anyaman kapiler yang dipercabangkan dari arteriola yang terdapat di perbatasan cortex dan medulla. Hanya terdapat sedikit perpindahan makromolekul dari darah ke parenkim melintasi dinding kapiler cortex, sedang di medulla pembuluh darah lebih permeabel. Maka, limfosit dalam cortex dilindungi terhadap pengaruh makromolekul dengan adanya blood-thymus barier. Pembuluh limfe terdapat di jaringan pengikat penyekat lobulus.

III. Histogenesis
Thymus berasal dari dua tonjolan epitel endoderm saccus brachialis III. Mula-mula penonjolan ini memiliki lumen yang berhubungan dengan pharynx, dengan adanya proliferasi epitel dindingnya, lumen akan terisi oleh sel-sel yang juga mengadakan invasi diantara sel-sel jaringan mesenkim di sekelilingnya. Pada umur enam minggu akan muncul limfosit yang makin lama makin bertambah dan parenkim akan mengubah sel-sel stelat yang dihubungkan oleh desmosom. Medulla terjadi kemudian di daerah dalam.

IV. Involusi
Proses invulsi disebut sebagai age invultion, dimulai sejak masa kanak-kanak. Proses tersebut dapat dipercepat sebagai akibat berbagai rangsangan, misalnya penyakit, stress, kekurangan gizi, toksis atau ACTH, proses ini disebut sebagai accidental involution. Pada binatang percobaan akan terjadi experimental involution yang dapat diikuti regenerasi yang intensif.
Thymus mengalami involusi secara fisiologis dengan perlahan-lahan. Cortex menipis, produksi limfosit menurun sedang parenkim mengkerut diganti oleh jaringan lemak yang berasal dari jaringan pengikat interlobuler.

V. Histofisiologis
Limfosit sangat penting untuk perkembangan, karena adanya sejenis limfosit yang bertanggungjawab atas penolakan jaringan cangkok, delayed hypersensitvity, reaksi terhadap fungsi mikroorganisme dan virus tertentu. Limfosit T tidak melepaskan anmtibodi yang biasa tetapi diperlukan untuk membantu reaksi humoral oleh limfosit B. Limfosit thymus baru bersifat imunokompeten apabila sudah berada di luar thymus.
Apabila sel induk telah sampai ke thymus, maka akan berubah menjadi limfosit thymus dan mulai berproliferasi. Limfosit besar akan berproliferasi di cortex tepi memberikan limfosit kecil yang berkelompok di cortex sebelah dalam. Proliferasi di thymus tidak dipengaruhi oleh antigen yang berbeda dengan di limfosit di organ limfoid perifer, denganh adanya blood thymus barrier.
Limfosit yang meninggalkan thymus akan menuju organ limfoid perifer untuk berkumpul di daerah yang dibawah pengaruh thymus (thymus depending regions) yaitu cortex bagian dalam nodus lymphaticus, selubung limfoid periarterial di lien, daerah antara nodulus lymphaticus tonsilla, plaques Peyeri dan appendiks.


Nodus Lymphaticus
Nodus lymphaticus merupakan organ kecil yang terletak berderet-deret sepanjang pembuluh limfe. Jaringan parenkimnya merupakan kumpulan yang mampu mengenal antigen yang masuk dan memberi reaksi imunologis secara spesifik. Organ ini berbentuk seperti ginjal atau oval dengan ukuran 1-2,5 mm. Bagian yang melekuk ke dalam disebut hillus, yang merupakan tempat keluar masuknya pembuluh darah. Pembuluh limfe aferen masuk melalui permukaan konveks dan pembuluh limfe eferen keluar melalui hillus. Nodus lymphaticus tersebar pada ekstrimitas, leher, ruang retroperitoneal di pelvis dan abdomen dan daerah mediastinum.


I. Gambaran Histologis
Nodus lymphaticus terutama terdiri atas jaringan limfoid yang ditembusi anyaman pembuluh limfe khusus yang disebut sinus lymphaticus. Nodus lymphaticus dibungkus oleh jaringan pengikat sebagai kapsula yang menebal di daerah hillus dan beberapa jalur menjorok ke dalam sebagai trabekula. Parenkim diantara trabekula diperkuat oleh anyaman serabut retikuler yang berhubungan dengan sel retikuler. Diantara anyaman ini diisi oleh limfosit, plasmasit dan sel makrofag. Parenkim nodus lymphaticus terbagi atas cortex dan medulla, dengan perbedaan terdapat pada jumlah, diameter dan susunan sinus.

a. Cortex
Dengan M.E. tampak sebagai kumpulan pada sel-sel limfoid yang dilalui oleh trabekula dan sinus corticalis. Pada cortex dibedakan daerah-daerah sebagai nodulus lymphaticus primarius, nodulus lymphaticus secondaris dan jaringan limfoid difus. Nodulus lymphaticus primer dan sekunder menmpati cortex bagian luar, sedang jaringan limfoid difus menempati cortex bagian dalam atau daerah paracortical.
Pada pengamatan dengan M.E. sel retikuler terlihat memiliki inti yang jernih dengan sitoplasma menagndung granular endoplasmic retikulum dan diduga membuat serabut-serabut retikuler. Pada umumnya germinal center banayk terdapat di daerah cortex. Daerah dekat sinus marginalis mengandung banyak limfosit kecil karena menerima limfosit yang baru datang dari pembuluh darah aferen. Pada bagian dalam cortex, sel-selnya tersusun lebih longgar dan terutama terdapat limfosit kecil dan sel retikuler yang makin bertambah.

b. Medulla/Medulla Cord
Medulla cord merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tersusun di sekitar pembuluh darah. Kumpulan jaringan limfoid ini membentuk anyaman dan berakhir di daerah hillus. Medulla ini banyak sekali mengandung anyaman serabut retikuler dan sel retikuler yang di dalamnya mengandung limfosit, plasmasit dan makrofag. Kadang ditemukan granulosit dan eritrosit. Dalam keadaan sakit jumlah unsur sel akan bertambah.


II. Pembuluh Darah

Hampir semua pembuluh darah yang menuju nodus lymphaticus akan masuk melalui hillus, hanya sedikit yang melalui permukaan cortex., Mula-mula arteri dari hillus mengikuti trabecula memasuki medullary cord menjadi kapiler. Arterinya sendiri menuju cortex untuk bercabang-cabang menjadi kapiler membentuk anyaman. Anyaman kapiler di cortex ini akan ditampung dalam venula dengan endotil berbentuk kuboid. Dari venula ini akan berkumpul menjadi vena yang jalannya mendampingi arteri. Venula ini tidak mempunyai serabut otot polos dan terdapat juga pada beberapa bagian pembuluh darah di tonsilla, plaques Peyeri dan appendix.

III. Histofisiologis
Dinding pembuluh limfe yang tipis mudah ditembus oleh makromolekul dan sel-sel yang berkelana dari jaringan pengikat, sehingga tidak dijumpai adanya barier yang mencegah bahan-bahan antigenik, baik endogen maupun eksogen. Sel bakteri dapat dengan mudah melintasi epidermis dan epitel membrana mukosa yang membatasi ruangan dalam tubuh, yang apabila luput dari perngrusakan oleh fagosit dalam darah maka akan berproliferasi dan menghasilkan toksin yang mudah masuk dalam limfe.
Nodus lymphaticus berfungsi sebagai filtrasi terhadap limfe yang masuk karena terdapat sepanjang pembuluh limfe sehingga akan mencegah pengaruh yang merugikan dari bakteri tersebut. Fungsi imunologis nodus lymphaticus disebabkan adanya limfosit dan plasmasit dengan bantuan makrofag untuk mengenal antigen dan pembuangan antigen fase terakhir. Nodus lymphaticus juga merupakan tempat penyebaran sel-sel yang baru dilepas oleh thymus atau sumsum tulang.

Hemal Nodes
Apabila dalam nodus lymphaticus ditemukan eritrosit sangat banyak disebut sebagai hemal nodes. Jenis ini ditemukan pada domba, tetapi tidak pada manusia.

Lien
Lien merupakan organ limfoid yang terletak di cavum abdominal di sebelah kiri atas di bawah diafragma dan sebagian besar dibungkus oleh peritoneum. Lien merupakan organ penyaring yang kompleks yaitu dengan membersihkan darah terhadap bahan-bahan asing dan sel-sel mati disamping sebagai pertahanan imunologis terhadap antigen. Lien berfungsi pula untuk degradasi hemoglobin, metabolisme Fe, tempat persediaan trombosit, dan tempat limfosit T dan B. Pada beberapa binatang, lien berfungsi pula untuk pembentukan eritrosit, granulosit dan trombosit.

I. Gambaran Histologis
Lien dibungkus oleh jaringan padat sebagai capsula yang melanjutkan diri sebagai trabecula. Capsula akan menebal di daerah hilus yang berhubungan dengan peritoneum. Dari capsula melanjutkan serabut retikuler halus ke tengah organ yang akan membentuk anyaman. Pada sediaan terlihat adanya daerahbulat keabu-abuan sebesar 0,2-0,7 mm, daerah tersebut dinamakan pulpa alba yang tersebar pada daerah yang berwarna merah tua yang dinamakan pulpa ruba.


a) Pulpa alba
Pulpa alba sering disebut pula sebagai corpusculum malphigi terdiri atas jaringan limfoid difus dan noduler.Pulpa alba membentuk selubung limfoid periarterial (periarterial limfoid sheats/PALS) di sekitar arteri yang baru meninggalkan trabecula, selubung tersebut mengikuti arteri sampai bercabang-cabang menjadi kapiler. Sepanjang perjalanannya pada beberapa tempat selubung tersebut mengandung germinal center. PALS dan germinal center merupakan jaringan limfoid, tetapi PALs sebagian besar mengandung limfosit Tdan germinal center mengandung limfosit B. Struktur PALS terdiri dari anyaman longgar serabut retkuler dan sel retikuler. Di tengah pulpa alba terdapat arteri sentralis . dalam celah-celah anyaman terdapat limfosit kecil dan sedang, kadang ditemukan plasmasit. Pada waktu adanya rangsangan antigen di daerah PALS banyak terdapat limfosit besar, limfoblas dan plasmasit muda banyak sekali.

b) Pulpa rubra
Pulpa rubra terdiri atas pembuluh-pembuluh darah besar yang tidak teratur sebagai sinus renosus dan jaringan yang mengisi diantaranya sebagai splendic cords of Billroth. Warna merah pulpa rubra disebabkan karena eritrosit yang mengisi sinus venosus dan jaringan diantaranya.
Di dalam celah pulpa terdapat sel-sel bebas seperti makrfag, semua jenis sel dalam darah dengan beberapa plasmasit. Dengan M.E. makrofag dapat dengan mudah ditemukan sebagai sel besar dengan sitoplasma yag kadang-kadang mengandung eritrosit, netrofil dan trombosit atau pigmen. Bagian tepi pulpa alba terdapat daerah peralihan dengan pulpa rubra sebesar 80-100 mikron, daerah ini dinamakan zona marginalis yang mengandung sinus venosus kecil. Zona marginais merupakan pulpa rubra yang menerima darah arterial sehingga merupakan tempat hubungan pertama antara sel-sel darah dan partikel dengan parenkim lien.

Capsula dan Trabecula
Capsula dan trabecula terdiri atas jaringan pengikat padat dengan sel otot polos dan anyaman serabut elastis. Permukaan luar terdiri dari sel mesotil sebagai bagian peritoneum. Trabecula merupakan lanjutan kapsula yang membawa arteri, vena dan pembuluh limfe. Trabecua mengandung lebih banyak serabut elastis dan beberapa serabut sel otot polos.

Arteri
Cabang-cabang arteri linealis masuk melalui hilus,mengikuti trabecula dan tiap kali bercabang menjadi makin kecil. Mula-mula arteri ini sebagai jenis arteri muskuler dengan tunika adventitia yang longgar dalam jaringan pengikat padat trabecula. Setelah mencapai diameter 0,2 mm, arteri tersebut mennggalkan trabecula dan tunika adventitianya diganti oleh jaringan limfoid hingga menjadi arteri sentralis.
Arteri sentralis merupakan arteri muskuler dengan endotil berbentuk tinggi disertai selapis atau dua lapis otot polos yang melanjutkan dengan bercabang-cabang dan makin kecil. Pada diameter 40-50 mikron, selubung limfoid menipis dan bercabang menjadi 2-6 pembuluh sebagai arteria penicillus atau arteria pulpa rubra. Pada waktu masuk pulpa rubra, arteri penicillus bercabang menjadi 2-3 kapiler dengan dinding yang menebal yag disebut selubung Schweiger Seidel. Kapilernya disebut sheated capillary.
Menurut Baley’s Textbook of Histology, arteri penicullus terdiri dari tiga bagian:
1. Arteri pulpa,merupakan segmen terpanjang denganselapis otot polos.
2. Sheated capillary, tanpa otot polos
3. Terminal arterial capilarry

Sinus Venosus dan Vena
Sinus venosus terdapat di seluruh pulpa rubra dan banyak sekali terdapat di sekeliling pulpa alba. Pembuluh-pembuluh darah ini dapat disebut sinus venosus sebab lumennya tidak teratur lebarnya (12-40 mikron).Dindingnya terdiri atas endotil dan lamina basalis. Sitoplasma mengandung dua macam filament yang tersusun sejajar sumbu panjang dan tidak terdapat intercellular junction. Kemampuan fagositosis sangat terbatas. Sinus venosus akan mengalirkan darah ke vena pulpa yang menpunyai dinding terdiri atas endotil memanjang, lamina basalis dan selapis tipis otot pos. Selanjutnya vena pulpa akan bermuara ke vena trabecula yang akan berkumpul di hilus sebagai vena lienalis.

Hubungan Arteri dan Vena

Ada tiga teori mengenai hubungan arteri dan vena:
1. Teori sirkulasi terbuka
Teori ini menyatakan bahwa darah drai kapiler bermuara di dalam celah-celah antara sel retikuler kemudian perlahan-lahan kembali ke sinus venosus.
2. Teori sirkulasi tertutup
Teori ini menyatakan bahwa kapiler berhubungan langsung dengan sinus venosus.
3. Teori kompromi
Teori ini menyatakan bahwa dalam lien terdapat kedua macam sirkulasi tersebut pada suatu tempat.


Histogenesis dan Regenerasi Lien
Primordium lien tampak pada embrio umur 8-9 minggu sebagai suatu penebalan jaringan mesenkim pada mesogastrium dorsalis. Sel-sel mesenkim memperbanyak diri dengan mitosis membentuk hubungan melalui tonjolannya sebagai rangka retikuler dalam pulpa alba dan pulpa rubra. Kemudian muncul sel primitif basofil yang berasal dari sel-sel induk dalam saccus vitelinus, hepar atau medulla oseum.
Limfosit dalam lien sebagian beupa limfosit T, sebagian dari medulla oseum yang dibawah pengaruh Limfosit B. Makrofag dalam lien kemungkinan berasal dari sel induk dalam medulla osseum. Apabila lien diangkat, maka fungsinya akan diambil alih oleh organ lain. Apabila terjadi luka, akan terjadi kesembuhan dengan timbulnya jaringan pengikat.

Tonsilla
Lubang penghubung antara cavum oris dan pharynx disebut faucia. Di daerah ini membran mukosa tractus digestivus banyak mengandung kumpulan jaringan limfoid dan terdapat infiltrasi kecil-kecil diseluruh bagian di daerah tersebut. Selain itu diyemukan juga organ limfoid dengan batas-batas nyata.

Rangkaian organ limfoid ini (cincin Waldeyer) meliputi:

a. Tonsila Lingualis
Tonsilla lingualis terdapat pada facies dorsalis radix linguae sebagai tonjolan-tonjolan bulat. Pada permukaannya terdapat lubang kecil yang melanjutkan diri sebagai celah invaginasi(crypta) yang dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Crypta tersebut dikelilingi oleh jaringan limfoid. Sejumlah limfosit yang mengalami infiltrasi dalam epitel dan berkumpul dalam crypta yang kemudian mengalami degenerasi dan membentuk suatu kumpulan dengan sel epitel yang sudah terlepas bersama bakteri sebagai detritus. Kadang-kadang dalam crypta bermuara kelenjar mukosa. Dalam jaringan limfoid tampak adanya nodus lymphaticus.

b. Tonsila Palatina
Diantara arcus glossoplatinus dan arcus pharyngopalatinus terdapat ua buah jaringan limfoid dibawah membrane mukosa yang masing-masing disebut tonsilla palatine. Epitel bersama jaringan pengikat yang menutupi mengadakan invaginasi membentuk crypta sebanyak 10-20 buah. Pada dasar crypta, batas antara epitel dan jaringan limfoid kabur karena infiltrasi limfosit dalam epitel. Limfosit yang telah melintasi epitel bersama dengan leukosit dan sel epitel yang mati sebagai corpusculum salivarius. Terdapat nodulus lymphaticus sebesar 1-2 mm dengan germinal centernya tersusun berderet dalam jaringan limfoid yang difus. Antara nodulus lymphaticus yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh jaringan pengikat (capsula) yang mengandung limfosit, mast sell dan plasmasit. Apabila ditemukan granulosit, hal ini menunjukkan adanya radang.

c. Tonsila Pharyngealis
Pada atap dan dinding dorsal nasopharynx terdapat kelompok jaringan limfoid yang ditutupi pula oleh epitel yang dinamakan tonsilla pharyngealis. Jenis epitelnya sama dengan epitel tractus respiratorius ialah epitel semu berlapis bercillia dengan sel piala. Epitelnya tidak mengadakan invaginasi membentuk crypta tetapi melipat-lipat. Pada puncak lipatan banyak infiltrasi limfosit, dibawah epitel terdapat nodulus lymphaticus yang mengikuti lipatan-lipatan. Jaringan limfoid ini dipisahkan oleh capsula tipis jaringan pengikat dan diluar capsula terdapat kelenjar-kelenjar campuran yang saluran keluarnya menembus jaringan limfoid dan bermuara didalam saluran lipatan epitel.

PEMBENTUKAN AGREGAT TANAH

Partikel-partikel primer di dalam tanah tergabung dalam suatu kelompok yang dinamakan sebagai agregat tanah, yang merupakan satuan dasar struktur tanah. Agregat terbentuk diawali dengan suatu mekanisme yang menyatukan partikel-partikel primer membentuk kelompok atau gugus (cluster) dan dilanjutkan dengan adanya sesuatu yang dapat mengikat menjadi lebih kuat (sementasi) (Baver et al., 1972).
Tanah sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, re-cycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut (Hakim, 1986).
Kemantapan agregat sangat penting bagi tanah pertanian dan perkebunan. Agregat yang stabil akan menciptakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi dan daya menahan air. Tanah yang agregatnya, kurang stabil bila terkena gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir-butir halus hasil hancuran akan menghambat pori-pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk dan permeabilitas menjadi lambat. Kemantapan agregat juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Kemampuan agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar (stabilitas) dapat ditentukan secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks ini merupakan penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat (Santi, 2008).
Pembentukan struktur tanah yang baik merupakan modal bagi perbaikan sifat fisik tanah yang lain. Sifat-sifat fisik tanah yang diperbaiki akibat terbentuknya struktur tanah yang baik seperti perbaikan porositas tanah, perbaikan permeabilitas tanah serta perbaikan dari pada tata udara tanah. Perbaikan dari struktur tanah juga akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan akar tanaman. Lahan kering dengan makin baiknya perkembangan akar tanaman, akan lebih mempermudah tanaman untuk mendapatkan unsur hara dan air, karena memang pada lahan kering faktor pembatas utama dalam peningkatan produktivitasnya adalah kahat unsur hara dan kekurangan air. Akibat lain dari kurangnya ketersediaan air pada lahan kering adalah kurang atau miskin bahan organik. Kemiskinan bahan organik akan memburukkan struktur tanah, lebih-lebih pada tanah yang bertekstur kasar sehubungan dengan taraf pelapukan rendah, maka sangat diperlukannya mikroba-mikroba yang dapat membentuk tekstur tanah atau agregat tanah (Asyakur, 2009).
Agregat dibentuk oleh campuran mikroba yang hidup di dalam tanah. Pembentukan agregat tanah umumnya dipengaruhi EPS (Eksopolisakarida) yang merupakan hasil dari aktivitas mikroorganisme (Goenadi, 1995). Azotobacter vinelandii, P. aeruginosa, P. fluorescens, dan P. putida menghasilkan beberapa jenis polisakarida penting. Polisakarida tersebut antara lain polisakarida ekstraselular, kapsular, dan lipopolisakarida (Kim et al., 1996).
Tujuan dari praktikum pembentukan agregat tanah adalah untuk mengetahui kemampuan konsorsia mikroba dalam membentuk agregat tanah.























II. MATERI DAN METODE



A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pembentukan agregat tanah adalah cawan petri, spray akuades, pembakar spirtus, tabung reaksi, inkubator .
Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat bakteri Azospirillum sp 5ml. dan Bacillus subtilis 5ml, alkohol, akuades 10 ml, tanah steril.

B. Metode

1. Suspensi yang berisi biakan bakteri atau jamur di tuang ke dalam tanah steril di cawan secara aseptis.
2. Akuades sebanyak 10 ml dituang pada tanah steril secara aseptis sebagai kontrol.
3. Cawan diinkubasi pada suhu ruangan selama 7 hari dan disemprot dengan air selama 5 hari dengan jarak 20-40 cm.
4. Tanah setelah diinkubasi 7 hari diambil sedikit dan ditaruh diatas objek glass.
5. Objek glass yang berisi tanah dimasukkan ke dalam air selama 5 menit dan diamati struktur tanahnya. Hasil positif apabila tanah tersebut tetap menggumpal dan negative apabila tidak menggumpal.















III. HASIL DAN PEMBAHASAN



Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembentukan Agregat Tanah Rombongan I
No. Nama sampel Hasil
1. B1B1; B2B2 + +
2. J1J1; J2J2 + +
3. B1J1 +
4. B2J1 +
5. B1B2 +
6. J1J2; B2J2 + +
7. B1J2 +
8. Kontrol -

Ket : (+) = ada agregat tanah
(-) = tidak ada agregat tanah


Gambar 1. Pembentukan Agregat Tanah kelompok 1
Struktur tanah adalah susunan butir-butir primer dan agregat-agregat pimer tanah yang secara alami menjadi bentuk tertentu yang dibatasi oleh bidang-bidang yang disebut agregat. Tanah yang berstruktur baik akan membantu fungsinya sebagai faktor pertumbuhan tanaman secara optimal, sedangkan tanah yang berstruktur jelek akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Struktur tanah terbentuk dengan jalan penggabungan butir-butir primer tanah oleh pengikat koloid tanah, yaitu koloid liat dan humus menjadi agregat primer. Penggabungan agregat primer ini tersusun lagi menjadi bentukan-bentukan yang masing-masing dibatasi oleh bidang-bidang permukaan tertentu. Agregat primer biasa disebut juga struktur mikro, sedangkan agregat sekunder yang merupakan struktur pada lapisan tanah atas atau lapisan olah disebut struktur makro atau agregat makro. pembentukan mikroagregat menjadi makro agregat dimediasi oleh bahan organik dan berbagai jenis mikro dan makroorganisme (bakteri, jamur terutama jamur VAM, algae, cacing, semut, serangga dsb.) (Tjimpolo, 2009).
Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Cendawan melalui jaringan hifa eksternal dapat memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. "Organic binding agent" ini sangat penting artinya dalam stabilisasi agregat mikro. Kemudian agregat mikro melalui proses "mechanical binding action" oleh hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap (Iskandar, 2002).
Wright dan Uphadhyaya (1998) mengatakan bahwa cendawan mengasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat.. Menurut Hakim, et al (1986) faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa polysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalm menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).
Pembentukan struktur yang mantap sangat penting artinya terutama pada tanah dengan tekstur berliat atau berpasir. Thomas et al (1993) menyatakan bahwa cendawan pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori dan memiliki permeabilitas yang tinggi, namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah.. Struktur tanah yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian mereka beranggapan bahwa cendawan bukan hanya simbion bagi tanaman, tapi juga bagi tanah.
Agregat tanah terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung membentuk agregat. Sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam keadaan masif, kemudian terpecah-pecah membentuk agregat yang lebih kecil. Kemper & Rosenau (1986) mengatakan bahwa makin stabil suatu agregat tanah, makin rendah kepekaannya terhadap erosi (erodibilitas tanah). Akar tanaman memberikan konstribusi terhadap kelimpahan bahan organik tanah dan kemantapan agregat tanah secara langsung melalui material akar tersebut dan secara tidak langsung melalui stimulasi aktivitas mikroorganisme di daerah sekitar perakaran (Watt et al., 1993). Adapun agensia organik yang dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah ialah produk dekomposisi biomas, eksopolisakarida (EPS) asal bakteri, miselium fungi, dan produk hasil sintesis tanaman.
Pembentukan agregat tanah umumnya dipengaruhi EPS yang merupakan hasil dari aktivitas mikroorganisme (Goenadi, 1995). Eksopolisakarida asal bakteri Gram negatif akan mengikat partikel tanah dan membentuk agregasi. Umumnya agregat yang terbentuk akibat EPS cukup stabil (UWA, 2004). Peran eksopolisakarida bagi bakteri adalah untuk melindungi dari berbagai macam cekaman lingkungan. Burdman et al., (2000) mengatakan bahwa Azospirillum brasilense menghasilkan eksopolisakarida dalam bentuk arabinosa yang berkorelasi dengan tingkat kemampuannya membentuk agregat. Medium fruktosa sintetik, strain tipe liar akan menghasilkan EPS yang kaya akan glukosa selama fase pertumbuhan eksponensial dan EPS yang kaya akan arabinosa selama fase pertumbuhan stasioner dan fase kematian.