Selasa, 13 Juli 2010

Postulat Koch

Virus adalah satu set dari satu atau lebih molekul genom berupa asam nukleat (RNA atau DNA), yang biasanya dibungkus oleh selubung pengaman berupa protein selubung atau lipoprotein dan hanya dapat memperbanyak diri dalam sel inang yang sesuai dengan memanfaatkan metabolisme, materi, dan energi dari sel inang. Virus merupakan unit elemen yang masih menunjukkan tanda kehidupan, sehingga virus dapat juga didefinikan sebagai organisme tak sel yang mempunyai genom yang hanya dapat bereplikasi dalam sel inang dengan menggunakan perangkat metabolisme sel inang untuk membentuk seluruh komponen virus (Akin, 2006).

Adapun sifat-sifat khusus virus adalah bahan genetik virus terdiri dari asam ribonukleat (RNA) atau asam deoksiribonukleat (DNA), akan tetapi tidak terdiri dari kedua jenis asam nukleat sekaligus. Struktur virus secara relatif sangat sederhana, yaitu terdiri dari pembungkus yang mengelilingi atau melindungi asam nukleat. Virus mengadakan reproduksi hanya dalam sel hidup, yaitu di dalam nukleus, sitoplasma atau di dalam keduanya dan tidak mengadakan kegiatan metabolisme jika berada di luar sel hidup. Virus tidak membelah diri dengan cara pembelahan biner. Partikel virus baru dibentuk dengan suatu proses biosintesis majemuk yang dimulai dengan pemecahan suatu partikel virus infektif menjadi lapisan protein pelindunng dan komponen asam nukleat infektif. Asam nukleat partikel virus yang menginfeksi sel mengambil alih kekuasaan dan pengawasan sistem enzim hospesnya, sehingga selaras dengan proses sintesis asam nukleat dan protein virus. Virus yang menginfeksi sel mempergunakan ribosom sel hospes untuk keperluan metabolismenya. Komponen-komponen utama virus dibentuk secara terpisah dan baru digabung di dalam sel hospes tidak lama sebelum dibebaskan. Selama berlangsungnya proses pembebasan, beberapa partikel virus mendapat selubung luar yang mengandung lipid protein dan bahan-bahan lain yang sebagian berasal dari sel hospes. Partikel virus lengkap disebut virion dan terdiri dari inti asam nukleat yang dikelilingi lapisan protein yang bersifat antigenik yang disebut kapsid dengan atau tanpa selubung di luar kapsid (Lwoff et al., 1966).

Virus tumbuhan pertama kali ditemukan pada tahun 1576, sebagai patogen yang menimbulkan gejala perubahan warna pada bunga tulip yang semula berwarna polos menjadi bergejala strip (bercak bergaris). Mekanisme penularan virus tersebut belum dapat dijelaskan secara ilmiah oleh pakar biologi hingga tahun 1886. Meyer melakukan percobaan untuk mempelajari etiologi penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus pada tanaman tembakau bergejala mosaik (tobacco mosaic virus/TMV). Meyer belum sampai menyimpulkan bahwa penyakit itu disebabkan oleh virus. Patogen mosaik tembakau dapat melewati saringan yang tidak dapat dilalui oleh bakteri. Martinus Beijerinck pada tahun 1898 juga mengulangi percobaan Meyer dan melaporkan bahwa patogen mosaic tembakau bukanlah bakteri tetapi merupakan contagium vivum fluidum yaitu sejenis cairan hidup pembawa penyakit (Akin, 2006).

Virus tumbuhan dalam beberapa hal berbeda dengan virus yang menyerang hewan dan bakteri. Salah satu perbedaan tersebut adalah mekanisme penetrasi virus ke dalam sel inang. Virus tumbuhan hanya dapat masuk ke dalam sel tumbuhan melalui luka yang terjadi secara mekanis atau yang disebabkan oleh serangga vector. Hal ini disebabkan virus tumbuhan tidak mempunyai alat penetrasi untuk menembus dinding sel tumbuhan. Asam nukleat yang menjadi genom virus tumbuhan sebagian besar merupakan molekul ssRNA. Namun, ada beberapa virus tumbuhan yang mempunyai genom dsDNA, ssDNA, dan dsRNA (Akin, 2006).

Tujuan dari praktikum Postulat Koch adalah untuk memberikan pemahaman praktek Postulat Koch dalam penularan penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus tumbuhan. Khususnya mengetahui bagaimana cara penularan virus dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain menggunakan metode sap, karena sangat penting untuk penelitian virus dalam laboratorium.

A. Pengamatan langsung

1. Daun kacang-kacangan yang terkena penyakit karat daun disiapkan.

2. Daun yang diduga terkena penyakit karat daun diamati gejalanya dengan tanda-tanda penyakit yang ditimbulkan pada tanaman kacang.

3. Asosiasi ini ditandai dengan adanya patogen pada tanaman yang sakit.

B. Pembuatan ekstrak atau sap dari tanaman yang terinfeksi virus

1. Tanaman kacang-kacangan yang mengalami sakit dicari, kemudian dipetik beberapa daun muda yang sakit.

2. Daun yang sakit dimasukkan ke dalam mortar, daun dilumatkan dalam akuades dengan penumbuk porselen.

3. Daun yang telah dilumatkan disaring dengan kertas saring sampai sap yang diperoleh hanya berupa cairan atau ekstrak.

C. Pengujian

1. Dua tanaman kacang-kacangan sehat disiapkan, satu tanaman sebagai kontrol dan satu tanaman lagi sebagai uji perlakuan.

2. Sap atau ekstrak dari daun yang sakit diolesi dengan cotton bud ke daun yang sehat pada tanaman perlakuan yang sebelumnya permukaan daun sudah dilukai dengan menggunakan amplas secara perlahan.

3. Setelah itu kedua daun tanaman baik kontrol maupun perlakuan ditutup dengan menggunakan plastik transparan yang terpisah agar tanaman kontrol tidak ikut terinfeksi. Penutupan dengan plastik transparan dimaksudkan untuk menjaga kondisi agar tetap lembab yang akan mendukung pertumbuhan patogen pada tanaman inang.

4. Perubahan yang terjadi pada daun diamati baik pada daun yang diinokulasi maupun control setiap hari sampai 7 hari. Mengamati apakah menimbulkan gejala yang sama antara daun awal yang terinfeksi virus dengan daun yang telah diinokulasi.

D. Uji penegasan

1. Uji penegasan dilakukan sesuai dengan kriteria Postulat Koch yang ketiga dan keempat yaitu, (3) mikroorganisme penyebab penyakit hasil isolasi harus dapat menimbulkan gejala yang sama dengan gejala penyakitnya, apabila diinokulasikan, dan (4) mikroorganisme penyebab penyakit harus dapat direisolasi dari gejala yang timbul hasil inokulasi. Maka dilakukan reisolasi atau perlakuan kembali seperti pada metode poin A, B dan C.

2. Daun awal yang terinfeksi virus, daun pada inokulasi sap pertama, daun pada inokulasi sap kedua dan kontrol dibandingkan.

Virus tumbuhan adalah virus yang menginfeksi tumbuhan. Umumnya memiliki asam nukleat berupa ssRNA. Namun, ada beberapa virus tumbuhan yang memiliki genom dsDNA, ssDNA, dan dsRNA. Sifat khas infeksi virus tumbuhan adalah tidak adanya alat penetrasi sehingga apabila virus tumbuhan akan menginfeksi inangnya harus melalui mekanis atau dengan perlukaan (Akin, 2006).

Postulat Koch adalah metode yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya virus yang menginfeksi suatu tumbuhan. Postulat Koch berkembang pada abad ke-19 sebagai panduan umum untuk mengidentifikasi patogen yang dapat diisolasikan dengan teknik tertentu. Walaupun dalam masa Koch, dikenal beberapa penyebab infektif yang memang bertanggung jawab pada suatu penyakit dan tidak memenuhi semua postulatnya. Usaha untuk menjalankan postulat Koch semakin kuat saat mendiagnosis penyakit yang disebabkan virus pada akhir abad ke-19. Masa itu virus belum dapat dilihat atau diisolasi dalam kultur. Hal ini merintangi perkembangan awal dari virologi (Gibbs, 1980).

Tahun 1880, Koch memanfaatkan kemajuan metoda laboratorium dan menentukan kriteria yang diperlukan untuk membuktikan bahwa mikroba spesifik merupakan penyebab penyakit tertentu. Kriteria ini dikenal dengan postulat Koch

yaitu:

1. Mikroorganisme tertentu selalu ditemukan berasosiasi dengan penyakit yang ditimbulkan.

2. Mikroorganisme dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni di laboratorium.

3. Biakan murni tersebut bila diinjeksikan pada tanaman yang sesuai dapat menimbulkan penyakit.

4. Mikroorganisme tersebut dapat diisolasi kembali dari tanaman yang telah terinfeksi tersebut.

Adanya kriteria tersebut menjadi jalan ditemukannya berbagai bakteri penyebab berbagai penyakit dalam waktu yang cukup singkat (kurang dari 30 tahun). Penemuan virus, adanya bakteri yang dapat menimbulkan berbagai penyakit serta adanya penyakit tertentu yang ditimbulkan oleh lebih dari 1 mikroorganisme memerlukan modifikasi dari postulat Koch (Kock, 1884).

Virus mengalami perubahan bentuk ketika berada dalam sel tanaman inang sesuai dengan tahap replikasi virus. Morfologi virus yang lengkap dapat diamati pada partikel virus atau dikenal dengan istilah virion. Bentuk virus ada yang tak-isometri berbentuk tongkat dan virus isometric berbentuk isosahedron (Akin, 2006).

Mekanisme pengifeksian virus ke tanaman yaitu partikel virus masuk ke dalam tanaman melalui luka pada permukaan tanaman dengan perantaraan tepung sari dan sebagainya, maka akan terjadi kontak antara virus dengan sitoplasma sel tanaman. Sesudah terjadi inokulasi, RNA yang merupakan bagian virus yang infektif keluar dari selubung protein. Usaha tersebut dilakukan dengan perantaraan sel tanaman karena virus tidak mempunyai energi untuk keperluan tersebut. Semua aktivitas biologis tergantung dari tanaman yang diserangnya. Keadaan ini merupakan perbedaan utama dalam hubungan tanaman inang dengan parasit untuk penyakit virus dan penyakit yang disebabkan oleh patogen lainnya. Protein yang ditinggalkan kemungkinan tertinggal dalam sel tanaman dan selanjutnya menjadi bagian protein sel tanaman inang. RNA yang keluar tersebut merangsang tanaman inang untuk membentuk enzim yang disebut RNA-polymerases, RNA-synthetases atau RNA-replicates. Enzim tersebut membentuk RNA baru dan RNA baru selanjutnya merangsang sel tanaman inang untuk mensintesa molekul protein yang spesifik untuk dijadikan selubung RNA (Akin, 2006).

Pengaruh infeksi virus terhadap sintesis makromolekul diamati pada penurunan sintesis asam nukleat, protein, dan karbohidrat. Sementara itu infeksi virus terhadap fotosintesis tanaman inang diamati pada pengaruh infeksi virus terhadap berkurangnya laju fotosintesis tanaman inang. Gejala penyakit virus pada tanaman dibagi menjadi dua yaitu gejala eksternal dan gejala internal (Akin, 2006).

Gejala eksternal berupa gejala lokal dan gejala sistemik. Gejala lokal merupakan gejala yang hanya terbatas pada situs infeksi primer dan dalam virologi dikenal dengan istilah bercak lokal. Bercak lokal dapat berupa klorosis karena hilang atau berkurangnya klorofil atau nekrosis karena terjadi kematian sel tanaman inang. Contohnya pada daun Chenopodium amaranticolor yang terinfeksi PStV. Gejala sistemik terjadi apabila virus yang diinokulasi pada tanaman inang tidak hanya terbatas pada situs infeksi primer, tetapi menyebar ke bagian lain dan menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Gejala infeksi ini secara umum disebut gejala sistemik. Tanaman dikatakan bantut apabila ukuran tanaman yang terinfeksi lebih kecil bila dibandingkan dengan tanaman normal. Contohnya pada tanaman kedelai yang terserang CPMMV (cowpea mild mottle virus). Mosaik menunjukkan adanya warna yang berbeda secara tidak teratur, seperti warna hijau tua yang diselingi dengan hijau muda. Gejala mosaic biasanya didahului oleh pemucatan sepanjang tulang daun (vein clearing) atau akumulasi warna hijau sepanjang tulang daun (vein banding). Contoh pada tanaman tembakau yang terkena TMV. Bercak cincin pada bagian tanaman yang terinfeksi dilingkari garis berbentuk cincin. Selain berupa klorosis atau nekrosis, kadang-kadang gejala tersebut dapat berupa lingkaran terpusat. Contoh pada tanaman paprika yang terkena CMV. Layu (Wilting) akibat nekrosis pada pembuluh tanaman. Contoh tomat yang terinfeksi TSWV. Malabentuk daun akan menimbulkan perubahan sitologi sel tanaman, seperti bentuk dan ukuran kloroplas, penggumpalan kloroplas, berkurangnya jumlah klorofil total daun, serta terjadinya penumpukan karbohidrat pada daun. Contoh pada kedelai yang terinfeksi SMV (Akin, 1998).

Tanaman kacang panjang sangat berpotensial untuk dikembangkan sebagai usaha tani, karena selain mudah dibudidayakan, pangsa pasarnya juga cukup tinggi. Salah satu kendala dalam usaha dalam meningkatkan produksi kacang panjang adalah gangguan penyakit tanaman. Beberapa penyakit diantaranya layu (Fusarium sp.), antraknosa (Colletotrichum sp.), nematoda puru akar (Meloidogyne sp.), dan penyakit mosaik. Penyakit mosaik pada kacang panjang dapat ditularkan melalui vektor yaitu Aphis craccivora, vektor ini banyak ditemukan pada tangkai bunga tanaman kacang-kacangan. A. craccivora dapat menularkan lebih dari 30 virus tanaman secara non persisten. Oleh karena itu, peranan A. craccivora dalam menularkan virus di lapang sangat penting, apalagi kutudaun (A. Craccivora) ada sepanjang tahun. Selain itu, penyakit mosaic dapat ditularkan melalui benih, dan secara mekanis. Penyakit mosaik merupakan penyakit tanaman kacang panjang yang banyak dijumpai dan merupakan salah satu penyakit penting yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas kacang panjang. Beberapa penyakit mosaik diantaranya Bean Common Mosaic Virus (BCMV), Bean Yellow Mosaic Virus (BYMV), Cowpea Aphid Borne Mosaic Virus (CABMV), ketiga virus ini termasuk ke dalam genus potyvirus (Suryadi, 2007).

Postulat Koch pada inokulasi pertama mengalami kegagalan diakibatkan tanaman layu sebelum terlihat gejala-gejala yang diakibatkan oleh virus dan pada inokulasi kedua ada tanaman yang berhasil dan ada yang gagal hal ini dikarenakan dimungkinkan kekurangan konsentrasi virus yang akan menginfeksi tanaman inang. Meurut Akin (2006), konsentrasi virus untuk dapat menginfeksi tanaman harus sebanyak (105 virion) dan faktor lainnya adalah umur tanaman semakin tua tanaman tersebut maka akan semakin terbatas penyebaran virus dalam tanaman, genotip tanaman, dan lingkungan (Akin, 2006).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar